Sabtu, 31 Agustus 2013

ART Isnu



ANGGARAN RUMAH TANGGA
IKATAN SARJANA NAHDLATUL ULAMA


BAB I
KEANGGOTAAN
Pasal 1
Keanggotaan ISNU terdiri dari :
a.    Anggota biasa adalah setiap warga negara Indonesia yang telah menyelesaikan pendidikan Sarjana beragama Islam dan menyatakan diri setia terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi.
b.    Anggota luar biasa adalah setiap Sarjana yang beragama Islam menganut paham Ahlussunnah wal Jamaah dan menurut salah satu mazhab empat, dan menyetuji AD/ART organsiasi, namun yang bersangkutan berdomisili secara tetap di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c.    Anggota kehormatan adalah setiap sarjana yang  anggota biasa atau anggota luar biasa yang begelar guru besar, dan atau anggota NU dinyatakan telah berjasa kepada Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama dan ditetapkan dalam keputusan Pengurus Pusat.

BAB II
TATA CARA PENERIMAAN DAN PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN
Pasal 2

(1)  Anggota biasa diterima melalui Pengurus Cabang ataa rekomendasi pengurus perwakilan cabang.
(2)  Anggota biasa yang berdomisili di luar negeri diterima melalui Pengurus Cabang Istimewa.
(3)  Apabila tidak ada pengurus perwakilan cabang di tempat tinggalnya maka pendaftaran anggota dilakukan di Pengurus Cabang terdekat.
(4)  Anggota biasa disahkan oleh Pengurus Cabang.

Pasal 3
(1)  Anggota luar biasa di dalam negeri diterima dan disahkan oleh Pengurus Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama setempat.
(2)  Anggota luar biasa yang berdomisili di luar negeri diterima dan disahkan oleh Pengurus Cabang Istimeewa setempat.
(3)  Apabila tidak ada Pengurus Cabang Istimewa di tempat tinggalnya maka penerimaan dan pengesahan dilakukan di Pengurus Cabang Istimewa terdekat.

Pasal 4
(1)  Anggota kehormatan diusulkan oleh Pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa atau Pengurus Wilayah kepada pengurus pusat.
(2)  Pengurus Pusat menilai dan mempertimbangkan usulan sebagaimana tersebut dalam ayat 1 pasal ini untuk memberikan persetujuan atau penolakan.
(3)  Dalam hal Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama memberikan persetujuan, maka kepada yang bersangkutan diberikan Surat Keputusan sebagai anggota kehormatan.

Pasal 5
(1)  Anggota biasa maupun luar biasa berhak mendapatkan Kartu Tanda Anggota Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (KTA - ISNU).
(2)  Anggota kehormatan berhak mendapatkan Kartu Tanda Anggota Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (KTA – ISNU) khusus.
(3)  Ketentuan, tentang tata cara penerimaan anggota di atur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.

Pasal 6
(1)  Seseorang dinyatakan berhenti dari keanggotaan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama karena :
a.    Permintaan sendiri
b.    Diberhentikan
(2)  Seseorang berhenti dari keanggotaan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama karena permintaan sendiri yang diajukan kepada Pengurus Cabang secara tertulis dengan tembusan kepada pengurus perwakilan cabang.
(3)  Seseorang diberhentikan dari keanggotaan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama karena dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya sebagai anggota atau melakukan perbuatan yang mencemarkan dan menodai nama baik Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
Pasal 7
Ketentuan mengenai tata cara pemberhentian keanggotaan sesuai pasal 6 di atur dalam Peraturan Organisasi.

BAB III
KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA
Pasal 8
Anggota Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama berkewajiban :
a.    Setia, taat dan menjaga nama baik organisasi.
b.    Mendukung dan membantu segala kebijakan organisasi serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang diamanahkan kepadanya.
c.    Membayar iuran yang jenis dan besarnya serta kontribusinya di atur dalam Peraturan Organisasi.

Pasal 9
(1)  Hak anggota biasa
a.    Menghadiri rapat anggota, mengemukakan pendapat dan memberikan suara.
b.    Memilih dan dipilih menjadi pengurus.
c.    Mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi pada tingkatanya.
d.    Memberikan usulan dan masukan.
e.    Membela diri dan mendapatkan pembelaan dan perlindungan dan pelayanan organisasi.
(2)  Anggota luar biasa dan anggota kehormatan mempunyai hak sebagaimana anggota biasa kecuali hak memilih dan dipilih.
(3)  Anggota biasa dan anggota luar biasa Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama tidak diperkenankan merangkap anggota organisasi kesarjanaan lain yang mempunyai aqidah, azas dan tujuan yang berbeda atau merugikan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.




BAB IV
TINGKATAN KEPENGURUSAN
Pasal 10
Tingkatan kepengurusan di dalam organisasi Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama terdiri dari :
a.    Pengurus Pusat (PP) untuk tingkat nasional dan berkedudukan di Jakarta, ibukota negara.
b.    Pengurus Wilayah (PW) untuk tingkat provinsi dan berkedudukan di ibukota provinsi.
c.    Pengurus Cabang (PC) untuk tingkat kabupaten/kota dan berkedudukan di wilayahnya.
d.    Pengurus Cabang Istimewa (PCI) untuk luar negeri dan berkedudukan di wilayah negara yang bersangkutan.
e.    Pengurus Wakil Cabang (PWC) untuk tingkat kecamatan, perguruan tinggi dan berkedudukan diwilayahnya.

Pasal 11
(1)  Pembentukan wilayah Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama diusulkan oleh sedikitnya 5 Pengurus Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama kepada Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
(2)  Pembentukan wilayah diputuskan oleh Pengurus Pusat melalui rapat harian.
(3)  Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Wilayah.
(4)  Pengurus Pusat mengeluarkan Surat Keputusan penuh setelah melalui masa percobaan selama 2 (dua) tahun.
(5)  Pengurus wiayah berfungsi sebagai pelaksana Pengurus Pusat dan sebagai koordinator cabang-cabang didaerahnya.

Pasal 12
(1)  Pembentukan cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama diusulkan oleh Pengurus Wakil Cabang melalui Pengurus Wilayah kepada Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
(2)  Pembentukan cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama melalui rapat harian.
(3)  Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
(4)  Pengurus Pusat mengeluarkan Surat Keputusan penuh setelah melalui masa percobaan selama 1 (satu) tahun.
(5)  Dalam hal-hal yang menyimpang dari ketentuan ayat 1 (satu) di atas disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk dan luasnya daerah atau sulitnya komunikasi atau faktor kesejarahan, pembentukan cabang diatur oleh kebijakan Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.

Pasal 13
(1)  Pembentukan cabang istimewa Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama dilakukan oleh Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama atas permohonan secara tertulis sekurang-kurangnya 25 orang anggota.
(2)   Pembentukan cabang istimewa Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama melalui rapat harian.
(3)  Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Cabang Istimewa Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
(4)  Pengurus Pusat mengeluarkan Surat Keputusan penuh setelah melalui masa percobaan selama 1 (satu) tahun.

Pasal 14
(1)  Pembentukan wakil cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama diusulkan ke PW Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama melalui Pengurus Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama atas permohonan secara tertulis sekurang-kurangnya 25 orang anggota.
(2)  Pembentukan wakil cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Wilayah Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama melalui rapat harian.
(3)  Pengurus Wilayah Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Wakil Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
(4)  Pengurus Wilayah Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama mengeluarkan Surat Keputusan setelah melalui masa percobaan selama 6 (enam) bula.


Pasal 15
Ketentuan mengenai syarat dan tatacara pembentukan organisasi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.

BAB V
SUSUNAN PENGURUS PUSAT
Pasal 16
(1)  Pengurus Pusat adalah badan eksekutif tertinggi organisasi dan bertanggung jawab kepada kongres.
(2)  Pengurus Pusat terdiri dari :
  1. Pelindung – PB NU
  2. Penasehat
  3. Dewan Kehormatan
  4. Dewan Ahli
  5. Pengurus Harian
  6. Departemen-departemen sesuai dengan kebutuhan
(3)  Dewan Kehormatan terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum dan Ketua Bidang-Ketua Bidang sesuai disiplin yang berkembang di masyarakat. .
(4)  Pengurus Harian terdiri Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, beberapa Ketua, Sekretaris Jenderal, beberapa Wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara Umum dan Bendahara.

BAB VI
SUSUNAN PENGURUS WILAYAH
Pasal 17
(1)  Pengurus Wilayah adalah badan eksekutif tertinggi di tingkat wilayah dan bertanggung jawab kepada konferensi wilayah.
(2)  Pengurus Wilayah terdiri :
a.    Pelindung – PW NU
b.    Penasehat
c.    Dewan Ahli
d.    Pengurus Harian
e.    Seksi-seksi sesuai dengan kebutuhan
(3)  Pengurus Harian terdiri Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.

BAB VII
SUSUNAN PENGURUS CABANG DAN PENGURUS CABANG ISTIMEWA
Pasal 18
(1)  Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa adalah badan eksekutif tertinggi di tingkat cabang dan cabang istimewa dan bertanggung jawab kepada konferensi cabang.
(2)  Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa terdiri dari :
a.    Pelindung – PC UN
b.    Penasehat
c.    Dewan Ahli
d.    Pengurus Harian
e.    Bidang-bidang sesuai dengan kebutuhan
(3)  Pengurus Harian terdiri dari Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan Wakil Bendahara.

BAB VIII
SUSUNAN PENGURUS WAKIL CABANG
Pasal 19
(1)  Pengurus Wakil Cabang adalah badan eksekutif tertinggi di tingkat Kecamatan, Perguruan Tinggi yang berkedudukan di wilayahnya.
(2)  Pengurus Wakil Cabang terdiri dari :
a.    Pelindung – MWC NU
b.    Penasehat
c.    Dewan Ahli
d.    Pengurus Harian
e.    Biro-biro sesuai dengan kebutuhan
(3)  Pengurus Harian terdiri Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris, Bendahara dan Wakil Bendahara.

BAB IX
SYARAT MENJADI PENGURUS
Pasal 20
(1)  Untuk menjadi Pengurus Perwakilan Cabang seseorang harus sudah terdaftar sebagai anggota Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
(2)  Untuk menjadi Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama atau badan otonom NU sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun.
(3)  Untuk menjadi pengurus wilayah, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama atau Badan Otonom NU sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun.
(4)  Untuk menjadi Pengurus Pusat, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama atau Badan Otonom NU sekurang-kurangnya selama 4 (empat) tahun.

BAB X
PEMILIHAN DAN PENETAPAN PENGURUS
Pasal 21
(1)  Pemilihan dan penetapan Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama sebagai berikut :
a.    Ketua Dewan Kehormatan dan Ketua Umum dipilih oleh peserta kongres melalui musyawarah dewan formatur.
b.    Wakil Ketua Umum ditunjuk oleh Ketua Umum terpilih dengan mempertimbangkan aspirasi yang berkembang.
(2)  Ketua Dewan Kehormatan dan ketua Umum Terpilih bertugas melengkapi Susunan Pengurus Harian Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama bersama anggota formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Kongres,
(3)  Ketua dewan kehormatan dan ketua umum terpilih menyusun kelengkapan kepengurusan Pengurus Pusat bersama anggota formatur.

Pasal 22
(1)  Pemilihan dan penetapan Pengurus Wilayah Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama sebagai berikut :
a.    Ketua dipiih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam konferensi wilayah dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya secara lesan atau tertulis.
b.    Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan pengurus harian dengan dibantu oleh beberapa mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta konferensi wilayah.
(2)  Pengurus Wilayah Harian Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama bertugas menyusun kelengkapan kepengurusan Pengurus Wilayah.

Pasal 23
(1)  Pemilihan dan penetapan Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama sebagai berikut :
a.    Ketua dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam konferensi wilayah dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya secara lesan atau tertulis.
b.    Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian dengan dibantu oleh beberapa mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta konferensi cabang.
(2)  Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa Harian Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama bertugas menyusun kelengkapan kepengurusan Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa.

Pasal 24
(1)  Pemilihan dan penetapan Pengurus Wakil Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama sebagai berikut :
a.    Ketua dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam konferensi wakil cabang dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya secara lesan atau tertulis.
b.    Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian dengan dibantu oleh beberapa mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta konferensi wakil cabang.
(2)  Pengurus Wakil Cabang Harian Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama bertugas menyusun kelengkapan kepengurusan wakil cabang.

BAB XI
PENGISIAN JABATAN ANTAR WAKTU
Pasal 25
(1)  Apabila Ketua Umum berhalangan tetap, maka Wakil Ketua Umum menjadi pejabat Ketua Umum.
(2)  Apabila untuk Ketua Umum berhalangan tetap, maka Ketua Umum atau pejabat Ketua Umum menunjuk salah seorang Ketua untuk menjadi Wakil Ketua Umum dengan mempertimbangkan aspirasi yang berkembang dalam rapat harian Pengurus Pusat.
(3)  Apabila Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum berhalangan tetap dalam waktu yang bersamaan, maka rapat pleno Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama menetapkan Pejabat Ketua Umum dan Pejabat Wakil Ketua Umum.
(4)  Apabila Ketua, Sekretaris Jenderal, Wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara Umum dan Bendahara berhalangan tetap maka pengisihannya ditetapkan melalui rapat Pengurus Harian Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.

Pasal 26
(1)  Apabila Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa, Pengurus Wakil Cabang berhalangan tetap maka pengisian jabatan tersebut disesuaikan dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam ketentuan sebagaimana tercantum dalam pasal 24 Anggaran Rumah Tangga ini.

BAB XII
RANGKAP JABATAN
Pasal 27
(1)  Rangkap jabatan Pengurus Harian Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan :
a.    Jabatan Pengurus Harian pada semua tingkat kepengurusan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama; dan atau
b.    Jabatan Pengurus Harian Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom; dan atau
c.    Jabatan Pengurus Harian Partai Politik; dan atau
d.    Jabatan Pengurus Harian organisasi yang berafiliasi kepada Partai Politik; dan atau
e.    Jabatan Pengurus Harian organisasi kesarjanaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip perjuangan dan tujuan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
(2)  Jabatan Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dan Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan :
a.    Jabatan Pengurus Harian pada semua tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama; dan atau
b.    Jabatan Pengurus Harian pada semua tingkat kepengurusan Badan Otonom.

Pasal 28
Ketentuan lebih lanjut mengenai rangka jabatan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.

BAB XIII
PEMBEKUAN PENGURUS
Pasal 29
Ketentuan tentang tata cara pembekuan kepengurusan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.

BAB XIV
WEWENANG DAN TUGAS PENGURUS
Pasal 30
(1)  Wewenang Ketua Dewan Kehormatan sebagai berikut :
a.    Merumuskan dan Memutuskan Arah kebijakan khusus organisasi.
b.    Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan organisasi

(2)  Wewenang Ketua Umum sebagai berikut :
a.    Mewakili Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama keluar maupun ke dalam.
b.    Merumuskan rencana pelaksanaan program organisasi.
(3)  Tugas Ketua Umum sebagai berikut :
a.    Memimpin, mengatur pelaksanaan keputusan-keputusan kongres.
b.    Memimpin pelaksanaan kongres, musyawarah kerja nasional, rapat pleno, rapat harian.
Pasal 31
(1)  Kewenangan Wakil Ketua Umum adalah :
a.    Menjalankan kewenangan Ketua Umum ketika berhalangan.
b.    Membantu Ketua Umum dalam menjalankan kebijakan.
(2)  Tugas Wakil Ketua Umum sebagai berikut :
a.    Membantu tugas-tugas Ketua Umum
b.    Mewakili Ketua Umum apabila berhalangan

Pasal 32
(1)  Kewenangan Ketua-Ketua adalah :
a.    Menjalankan wewenang Ketua Umum dan atau Wakil Ketua Umum apabila berhalangan.
b.    Merumuskan dan menjalankan bidang khusus masing-masing.
(2)  Tugas Ketua-ketua adalah :
a.    Membantu tugas-tugas Ketua Umum
b.    Menjalankan tugas-tugas sesuai pembidangan masing-masing.

Pasal 33
(1)  Kewenangan Sekretaris Jenderal adalah :
a.    Merumuskan dan mengatur pengelolaan kesekretariatan.
b.    Bersama Ketua Umum menandatangani surat-surat penting Pengurus Pusat.
(2)  Tugas Sekretaris Jenderal adalah :
a.    Merumuskan dan mengatur manajemen organisasi.
b.    Mengkoordinir pembagian tugas wakil Sekretaris Jenderal.

Pasal 34
(1)  Kewenangan wakil Sekretaris Jenderal adalah :
a.    Melaksanakan kewenangan Sekretaris Jenderal apabila berhalangan.
b.    Mendampingi ketua-ketua sesuai bidang masing-masing.
(2)  Tugas wakil Sekretaris Jenderal adalah :
a.    Membantu tugas-tugas Sekretaris Jenderal.
b.    Melaksanakan tugas khusus yang diberikan Sekretaris Jenderal.


Pasal 35
(1)  Kewenangan Bendahara Umum adalah :
a.    Mengatur pengelolaan keuangan Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
b.    Bersama-sama Ketua Umum menandatangani surat-surat penting Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan keuangan.
c.    Melakukan pembagian tugas kebendaharaan dengan bendahara.
(2)  Tugas Bendahara Umum adalah :
a.    Merumuskan manajemen dan melakukan pencatatan keuangan dan aset.
b.    Membuat Standar Operating Procedure (SOP) keuangan

Pasal 36
(1)  Prinsip-prinsip pokok tentang wewenang dan tugas pengurus sebagaimana pasal-pasal dalam Bab ini berlaku secara mutatis muntandis (dengan sendirinya) untuk seluruh tingkat kepengurusan.
(2)  Ketentuan lebih lanjut berkait dengan wewenang dan tugas pengurus diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.

BAB XV
KEWAJIBAN DAN HAK PENGURUS
Pasal 37
(1)  Pengurus Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama berkewajiban :
a.    Menjaga dan menjalankan amanat dan ketentuan-ketentuan organisasi.
b.    Menjaga keutuhan organisasi kedalam maupun keluar.
c.    Menyampaikan laporan pertanggung jawaban dalam permusyawaratan sesuai dengan tingkat kepengurusan.
(2)  Pengurus Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama berhak :
Menetapkan kebijakan, keputusan dan Peraturan Organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga.


BAB XVI
PERMUSYAWARATAN TINGKAT NASIONAL
Pasal 38
(1)  Kongres adalah forum permusyawaratan tertinggi di dalam organisasi Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
(2)  Kongres membicarakan dan menetapkan :
a.    Laporan pertanggung jawaban Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
b.    Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
c.    Program kerja 5 (lima) tahun.
d.    Rekomendasi
e.    Memilih Ketua Dewan Kehormatan dan Ketua Umum
(3)  Kongres dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
(4)  Kongres dihadiri oleh :
a.    Pengurus Pusat
b.    Pengurus Wilayah
c.    Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa
(5)  Kongres sah apabila dihadiri oleh dua pertiga jumlah wilayah dan cabang / cabang istimewa yang sah.

Pasal 39
(1)  Kongres Luar Biasa dapat diselenggarakan apabila Ketua Umum Pengurus Pusat melakukan pelanggaran berat terhadap ketentuan Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga.
(2)  Kongres luar biasa dapat diselenggarakan atas usulan 50 persen plus satu dari jumlah wilayah dan cabang.
(3)  Kongres luar biasa dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
(4)  Ketentuan tentang peserta dan keabsahan kongres luar biasa merujuk kepada ketentuan kongres.

Pasal 40
(1)  Musyawarah kerja nasional merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah kongres yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Pusat.
(2)  Musyawarah kerja nasional membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan kongres, mengkaji perkembangan dan memutuskan Peraturan Organisasi.
(3)  Musyawarah kerja nasional dihadiri oleh anggota pleno Pengurus Pusat dan Pengurus Wilayah.
(4)  Musyawarah kerja nasional tidak dapat mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan kongres dan tidak memilih Pengurus Baru.
(5)  Musyawarah kerja nasional adalah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah wilayah.
(6)  Musyawarah kerja nasional diadakan sekali dalam masa kepengurusan.

BAB XVII
PERMUSYAWARATAN TINGKAT WILAYAH
Pasal 41
(1)  Konferensi wilayah adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat wilayah.
(2)  Konferensi wilayah membicarakan dan menetapkan :
a.    Laporan pertanggung jawaban Pengurus Wilayah
b.    Program kerja wilayah 5 (lima) tahun
c.    Rekomendasi
d.    Memilih Ketua Pengurus Wilayah
(3)  Konferensi wiayah dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah.
(4)  Konferensi wilayah dihadiri :
a.    Pengurus Wilayah Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama
b.    Pengurus Cabang
(5)  Konferensi wilayah sah apabila dihadiri sekurang-kurang dua pertiga jumlah cabang di daerahnya.

Pasal 42
(3)  Musyawarah kerja wilayah merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah konferensi wilayah yang di pimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah.
(4)  Musyawarah kerja wilayah membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan konferensi wilayah.
(5)  Musyawarah kerja wilayah dihadiri oleh anggota pleno Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang.
(6)  Musyawarah kerja wilayah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga jumlah cabang.
(7)  Musyawarah kerja wilayah diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam masa jabatan.
(8)  Musyawarah kerja wilayah tidak dapat melakukan pemilihan pengurus.

Pasal 43
(1)  Konferensi Cabang / Cabang Istimewa adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Cabang / Cabang Istimewa.
(2)  Konferensi Cabang / Cabang Istimewa membicarakan dan menetapkan :
a.    Laporan pertanggung jawaban Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa.
b.    Program kerja 5 (lima) tahun
c.    Rekomendasi
d.    Memilih Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa
(3)  Konferensi Cabang / Cabang Istimewa dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa.
(4)  Konferensi Cabang / Cabang Istimewa dihadiri oleh :
a.    Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa
b.    Pengurus Wakil Cabang
(5)  Konferensi Cabang / Cabang Istimewa sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah wakil cabang didaerahnya.

Pasal 44
(1)  Musyawarah kerja Cabang / Cabang Istimewa merupakan forum persmuyawaratan tertinggi setelah Konferensi Cabang / Cabang Istimewa yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa.
(2)  Musyawarah kerja Cabang / Cabang Istimewa membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Cabang / Cabang Istimewa.
(3)  Musyawarah Cabang / Cabang Istimewa dihadiri oleh anggota pleno, Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa dan Pengurus Wakil Cabang.
(4)  Musyawarah kerja Cabang / Cabang Istimewa sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah wakil cabang di daerahnya.
(5)  Musyawarah Cabang / Cabang Istimewa diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam masa jabatan.
(6)  Musyawarah kerja Cabang / Cabang Istimewa tidak dapat melakukan pemilihan pengurus.

Pasal 45
(1)  Konferensi Wakil Cabang adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat wakil cabang.
(2)  Konferensi Wakil Cabang membicarakan dan menetapkan :
a.    Laporan pertanggung jawaban Wakil Cabang
b.    Program kerja 3 (tiga) tahun
c.    Rekomendasi
d.    Memilih Ketua Pengurus Wakil Cabang
(3)  Konferensi Wakil Cabang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Wakil Cabang.
(4)  Konferensi Wakil Cabang dihadiri oleh :
a.    Pengurus Wakil Cabang
b.    Anggota
(5)  Konferensi Wakil Cabang sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota didaerahnya.

Pasal 46
(1)  Musyawarah Kerja Wakil Cabang merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Konferensi Wakil Cabang yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Wakil Cabang.
(2)  Musyawarah kerja Wakil Cabang membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Wakil Cabang.
(3)  Musyawarah kerja wakil cabang dihadiri oleh Pengurus Wakil Cabang, anggota pleno dan anggota.
(4)  Musyawarah kerja wakil cabang sah apabila dihadiri oleh lebih dari separo jumlah peserta sebagaimana dimaksud ayat 3 (tiga) pasal ini.

BAB XVIII
RAPAT-RAPAT
Pasal 47
(1)  Rapat Pleno adalah rapat yang dihadiri oleh semua pengurus.
(2)  Rapat Pleno diadakan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.
(3)  Rapat Pleno membicarakan pelaksanaan program kerja.

Pasal 48
(1)  Rapat Harian dihadiri oleh Pengurus Harian.
(2)  Rapat Harian diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sekali.
(3)  Rapat Harian membahas kelembagaan organisasi, pelaksanaan dan pengembangan program kerja.

Pasal 49
Rapat-rapat lain yang dianggap perlu adalah rapat-rapat yang diselenggarakan sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 50
Ketentuan mengenai rapat-rapat diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.

BAB XIX
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 51
Sumber Keuangan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama diperoleh dari :
a.    Uang pangkal
b.    Uang iuran
c.    Sumbangan yang tidak mengikat
d.    Usaha-usaha lain yang dibentuk oleh Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama

Pasal 52
(1)  Kekayaan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama harus di infentarisir berupa dana, harta benda bergerak dan atau harta benda tidak bergerak.
(2)  Perolehan, peralihan dan pengeluaran keuangan dilaporkan setiap tahun.

Pasal 53
Ketentuan mengenai keuangan dan kekayaan organisasi diatur lebih lanjut dan Peraturan Organisasi.



BAB XX
LAPORAN PERTANGGUNG JAWABAN
Pasa 54
Pengurus Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama     di setiap tingkatan membuat laporan
pertanggung jawaban secara tertulis di akhir masa khidmahnya yang disampaikan
dalam permusyawaratan tertinggi pada tingkatannya.

Laporan pertanggung jawaban Pengurus Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama,
 memuat :
1.    Capaian pelaksanaan program yang telah diamanatkan oleh Permusyawaratan Tertinggi pada tingkatannya.
2.    Pengembangan kelembagaan organisasi
3.    Keuangan dan kekayaan organisasi
4.    Infentaris dan aset organisasi

BAB XXI
PENUTUP
Pasal 56
Segala sesuatu yang belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi, Peraturan Pengurus Pusat dan
atau Surat Keputusan Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.

Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat dirubah dalam Kongres.
 
*** Sumber: Rancangan ART Isnu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar