ANGGARAN RUMAH TANGGA
IKATAN SARJANA NAHDLATUL ULAMA
BAB I
KEANGGOTAAN
Pasal 1
Keanggotaan ISNU
terdiri dari :
a.
Anggota biasa
adalah setiap warga negara Indonesia yang telah menyelesaikan pendidikan
Sarjana beragama Islam dan menyatakan diri setia terhadap Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Organisasi.
b.
Anggota luar
biasa adalah setiap Sarjana yang beragama Islam menganut paham Ahlussunnah wal
Jamaah dan menurut salah satu mazhab empat, dan menyetuji AD/ART organsiasi,
namun yang bersangkutan berdomisili secara tetap di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
c.
Anggota
kehormatan adalah setiap sarjana yang anggota biasa atau anggota luar biasa yang
begelar guru besar, dan atau anggota NU dinyatakan telah berjasa kepada Ikatan
Sarjana Nahdlatul Ulama dan ditetapkan dalam keputusan Pengurus Pusat.
BAB II
TATA CARA
PENERIMAAN DAN PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN
Pasal 2
(1)
Anggota biasa
diterima melalui Pengurus Cabang ataa rekomendasi pengurus perwakilan cabang.
(2)
Anggota biasa
yang berdomisili di luar negeri diterima melalui Pengurus Cabang Istimewa.
(3)
Apabila tidak ada
pengurus perwakilan cabang di tempat tinggalnya maka pendaftaran anggota
dilakukan di Pengurus Cabang terdekat.
(4) Anggota biasa disahkan oleh Pengurus Cabang.
Pasal
3
(1) Anggota luar biasa di dalam negeri diterima dan
disahkan oleh Pengurus Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama setempat.
(2) Anggota luar biasa yang berdomisili di luar negeri
diterima dan disahkan oleh Pengurus Cabang Istimeewa setempat.
(3) Apabila tidak ada Pengurus Cabang Istimewa di tempat
tinggalnya maka penerimaan dan pengesahan dilakukan di Pengurus Cabang Istimewa
terdekat.
Pasal
4
(1) Anggota kehormatan diusulkan oleh Pengurus Cabang,
Pengurus Cabang Istimewa atau Pengurus Wilayah kepada pengurus pusat.
(2) Pengurus Pusat menilai dan mempertimbangkan usulan
sebagaimana tersebut dalam ayat 1 pasal ini untuk memberikan persetujuan atau
penolakan.
(3) Dalam hal Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul
Ulama memberikan persetujuan, maka kepada yang bersangkutan diberikan Surat
Keputusan sebagai anggota kehormatan.
Pasal
5
(1) Anggota biasa maupun luar biasa berhak mendapatkan
Kartu Tanda Anggota Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (KTA - ISNU).
(2)
Anggota
kehormatan berhak mendapatkan Kartu Tanda Anggota Ikatan Sarjana Nahdlatul
Ulama (KTA – ISNU) khusus.
(3)
Ketentuan,
tentang tata cara penerimaan anggota di atur lebih lanjut dalam Peraturan
Organisasi.
Pasal 6
(1)
Seseorang
dinyatakan berhenti dari keanggotaan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama karena :
a.
Permintaan
sendiri
b.
Diberhentikan
(2)
Seseorang
berhenti dari keanggotaan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama karena permintaan
sendiri yang diajukan kepada Pengurus Cabang secara tertulis dengan tembusan
kepada pengurus perwakilan cabang.
(3)
Seseorang
diberhentikan dari keanggotaan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama karena dengan
sengaja tidak memenuhi kewajibannya sebagai anggota atau melakukan perbuatan
yang mencemarkan dan menodai nama baik Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
Pasal 7
Ketentuan
mengenai tata cara pemberhentian keanggotaan sesuai pasal 6 di atur dalam
Peraturan Organisasi.
BAB
III
KEWAJIBAN
DAN HAK ANGGOTA
Pasal
8
Anggota Ikatan
Sarjana Nahdlatul Ulama berkewajiban :
a.
Setia, taat dan
menjaga nama baik organisasi.
b.
Mendukung dan
membantu segala kebijakan organisasi serta bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang diamanahkan kepadanya.
c.
Membayar iuran
yang jenis dan besarnya serta kontribusinya di atur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 9
(1)
Hak anggota biasa
a.
Menghadiri rapat
anggota, mengemukakan pendapat dan memberikan suara.
b. Memilih dan dipilih menjadi pengurus.
c.
Mengikuti
kegiatan-kegiatan organisasi pada tingkatanya.
d.
Memberikan usulan
dan masukan.
e.
Membela diri dan
mendapatkan pembelaan dan perlindungan dan pelayanan organisasi.
(2)
Anggota luar
biasa dan anggota kehormatan mempunyai hak sebagaimana anggota biasa kecuali
hak memilih dan dipilih.
(3)
Anggota biasa dan
anggota luar biasa Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama tidak diperkenankan merangkap
anggota organisasi kesarjanaan lain yang mempunyai aqidah, azas dan tujuan yang
berbeda atau merugikan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
BAB IV
TINGKATAN
KEPENGURUSAN
Pasal 10
Tingkatan
kepengurusan di dalam organisasi Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama terdiri dari :
a.
Pengurus Pusat
(PP) untuk tingkat nasional dan berkedudukan di Jakarta, ibukota negara.
b.
Pengurus Wilayah
(PW) untuk tingkat provinsi dan berkedudukan di ibukota provinsi.
c.
Pengurus Cabang
(PC) untuk tingkat kabupaten/kota dan berkedudukan di wilayahnya.
d.
Pengurus Cabang
Istimewa (PCI) untuk luar negeri dan berkedudukan di wilayah negara yang
bersangkutan.
e.
Pengurus Wakil
Cabang (PWC) untuk tingkat kecamatan, perguruan tinggi dan berkedudukan
diwilayahnya.
Pasal 11
(1)
Pembentukan
wilayah Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama diusulkan oleh sedikitnya 5 Pengurus
Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama kepada Pengurus Pusat Ikatan Sarjana
Nahdlatul Ulama.
(2)
Pembentukan
wilayah diputuskan oleh Pengurus Pusat melalui rapat harian.
(3)
Pengurus Pusat
Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada
Pengurus Wilayah.
(4)
Pengurus Pusat
mengeluarkan Surat Keputusan penuh setelah melalui masa percobaan selama 2
(dua) tahun.
(5)
Pengurus wiayah
berfungsi sebagai pelaksana Pengurus Pusat dan sebagai koordinator
cabang-cabang didaerahnya.
Pasal 12
(1)
Pembentukan
cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama diusulkan oleh Pengurus Wakil Cabang
melalui Pengurus Wilayah kepada Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
(2)
Pembentukan
cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Pusat Ikatan
Sarjana Nahdlatul Ulama melalui rapat harian.
(3)
Pengurus Pusat
Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada
Pengurus Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
(4)
Pengurus Pusat mengeluarkan
Surat Keputusan penuh setelah melalui masa percobaan selama 1 (satu) tahun.
(5)
Dalam hal-hal
yang menyimpang dari ketentuan ayat 1 (satu) di atas disebabkan oleh besarnya
jumlah penduduk dan luasnya daerah atau sulitnya komunikasi atau faktor kesejarahan,
pembentukan cabang diatur oleh kebijakan Pengurus Pusat Ikatan Sarjana
Nahdlatul Ulama.
Pasal 13
(1)
Pembentukan
cabang istimewa Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama dilakukan oleh Pengurus Pusat
Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama atas permohonan secara tertulis
sekurang-kurangnya 25 orang anggota.
(2)
Pembentukan cabang istimewa Ikatan Sarjana
Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama
melalui rapat harian.
(3)
Pengurus Pusat
Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada
Pengurus Cabang Istimewa Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
(4)
Pengurus Pusat
mengeluarkan Surat Keputusan penuh setelah melalui masa percobaan selama 1
(satu) tahun.
Pasal 14
(1)
Pembentukan wakil
cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama diusulkan ke PW Ikatan Sarjana Nahdlatul
Ulama melalui Pengurus Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama atas permohonan
secara tertulis sekurang-kurangnya 25 orang anggota.
(2)
Pembentukan wakil
cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Wilayah Ikatan
Sarjana Nahdlatul Ulama melalui rapat harian.
(3)
Pengurus Wilayah
Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada
Pengurus Wakil Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
(4)
Pengurus Wilayah
Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama mengeluarkan Surat Keputusan setelah melalui
masa percobaan selama 6 (enam) bula.
Pasal 15
Ketentuan
mengenai syarat dan tatacara pembentukan organisasi diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Organisasi.
BAB V
SUSUNAN
PENGURUS PUSAT
Pasal 16
(1)
Pengurus Pusat
adalah badan eksekutif tertinggi organisasi dan bertanggung jawab kepada
kongres.
(2)
Pengurus Pusat
terdiri dari :
- Pelindung – PB NU
- Penasehat
- Dewan Kehormatan
- Dewan Ahli
- Pengurus Harian
- Departemen-departemen sesuai dengan kebutuhan
(3)
Dewan Kehormatan
terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum dan Ketua Bidang-Ketua Bidang sesuai
disiplin yang berkembang di masyarakat. .
(4)
Pengurus Harian
terdiri Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, beberapa Ketua, Sekretaris Jenderal,
beberapa Wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara Umum dan Bendahara.
BAB VI
SUSUNAN
PENGURUS WILAYAH
Pasal 17
(1)
Pengurus Wilayah
adalah badan eksekutif tertinggi di tingkat wilayah dan bertanggung jawab
kepada konferensi wilayah.
(2)
Pengurus Wilayah
terdiri :
a.
Pelindung – PW NU
b.
Penasehat
c.
Dewan Ahli
d.
Pengurus Harian
e.
Seksi-seksi
sesuai dengan kebutuhan
(3)
Pengurus Harian
terdiri Ketua, beberapa Wakil Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris,
Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
BAB
VII
SUSUNAN PENGURUS CABANG DAN PENGURUS CABANG ISTIMEWA
Pasal
18
(1) Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa adalah
badan eksekutif tertinggi di tingkat cabang dan cabang istimewa dan bertanggung
jawab kepada konferensi cabang.
(2) Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa terdiri
dari :
a. Pelindung – PC UN
b. Penasehat
c. Dewan Ahli
d. Pengurus Harian
e. Bidang-bidang sesuai dengan kebutuhan
(3) Pengurus Harian terdiri dari Ketua, beberapa Wakil
Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan Wakil Bendahara.
BAB
VIII
SUSUNAN
PENGURUS WAKIL CABANG
Pasal
19
(1) Pengurus Wakil Cabang adalah badan eksekutif tertinggi
di tingkat Kecamatan, Perguruan Tinggi yang berkedudukan di wilayahnya.
(2) Pengurus Wakil Cabang terdiri dari :
a. Pelindung – MWC NU
b. Penasehat
c. Dewan Ahli
d. Pengurus Harian
e. Biro-biro sesuai dengan kebutuhan
(3) Pengurus Harian terdiri Ketua, Wakil Ketua,
Sekretaris, Wakil Sekretaris, Bendahara dan Wakil Bendahara.
BAB
IX
SYARAT
MENJADI PENGURUS
Pasal
20
(1) Untuk menjadi Pengurus Perwakilan Cabang seseorang
harus sudah terdaftar sebagai anggota Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
(2) Untuk menjadi Pengurus Cabang / Pengurus Cabang
Istimewa seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Ikatan Sarjana
Nahdlatul Ulama atau badan otonom NU sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun.
(3) Untuk menjadi pengurus wilayah, seorang calon harus
sudah aktif menjadi anggota Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama atau Badan Otonom NU
sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun.
(4) Untuk menjadi Pengurus Pusat, seorang calon harus
sudah aktif menjadi anggota Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama atau Badan Otonom NU
sekurang-kurangnya selama 4 (empat) tahun.
BAB
X
PEMILIHAN
DAN PENETAPAN PENGURUS
Pasal
21
(1)
Pemilihan dan
penetapan Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama sebagai berikut :
a.
Ketua Dewan
Kehormatan dan Ketua Umum dipilih oleh peserta kongres melalui musyawarah dewan
formatur.
b.
Wakil Ketua Umum
ditunjuk oleh Ketua Umum terpilih dengan mempertimbangkan aspirasi yang
berkembang.
(2)
Ketua Dewan
Kehormatan dan ketua Umum Terpilih bertugas melengkapi Susunan Pengurus Harian
Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama bersama anggota formatur yang dipilih dari dan oleh peserta
Kongres,
(3)
Ketua dewan
kehormatan dan ketua umum terpilih menyusun kelengkapan kepengurusan
Pengurus Pusat bersama anggota formatur.
Pasal 22
(1)
Pemilihan dan
penetapan Pengurus Wilayah Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama sebagai berikut :
a.
Ketua dipiih
secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam
konferensi wilayah dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya secara
lesan atau tertulis.
b.
Ketua terpilih
bertugas melengkapi susunan pengurus harian dengan dibantu oleh beberapa mede
formatur yang dipilih dari dan oleh peserta konferensi wilayah.
(2)
Pengurus Wilayah
Harian Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama bertugas menyusun kelengkapan
kepengurusan Pengurus Wilayah.
Pasal 23
(1)
Pemilihan dan
penetapan Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa Ikatan Sarjana Nahdlatul
Ulama sebagai berikut :
a.
Ketua dipilih
secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam
konferensi wilayah dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya secara
lesan atau tertulis.
b.
Ketua terpilih
bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian dengan dibantu oleh beberapa mede
formatur yang dipilih dari dan oleh peserta konferensi cabang.
(2)
Pengurus Cabang /
Pengurus Cabang Istimewa Harian Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama bertugas
menyusun kelengkapan kepengurusan Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa.
Pasal 24
(1)
Pemilihan dan
penetapan Pengurus Wakil Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama sebagai berikut
:
a.
Ketua dipilih
secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam
konferensi wakil cabang dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya secara
lesan atau tertulis.
b.
Ketua terpilih
bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian dengan dibantu oleh beberapa mede
formatur yang dipilih dari dan oleh peserta konferensi wakil cabang.
(2)
Pengurus Wakil
Cabang Harian Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama bertugas menyusun kelengkapan
kepengurusan wakil cabang.
BAB XI
PENGISIAN
JABATAN ANTAR WAKTU
Pasal 25
(1)
Apabila Ketua
Umum berhalangan tetap, maka Wakil Ketua Umum menjadi pejabat Ketua Umum.
(2)
Apabila untuk Ketua
Umum berhalangan tetap, maka Ketua Umum atau pejabat Ketua Umum menunjuk salah
seorang Ketua untuk menjadi Wakil Ketua Umum dengan mempertimbangkan aspirasi
yang berkembang dalam rapat harian Pengurus Pusat.
(3)
Apabila Ketua
Umum dan Wakil Ketua Umum berhalangan tetap dalam waktu yang bersamaan, maka
rapat pleno Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama menetapkan Pejabat
Ketua Umum dan Pejabat Wakil Ketua Umum.
(4)
Apabila Ketua,
Sekretaris Jenderal, Wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara Umum dan Bendahara
berhalangan tetap maka pengisihannya ditetapkan melalui rapat Pengurus Harian
Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
Pasal 26
(1)
Apabila Pengurus
Wilayah, Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa, Pengurus Wakil Cabang
berhalangan tetap maka pengisian jabatan tersebut disesuaikan dengan
prinsip-prinsip yang diatur dalam ketentuan sebagaimana tercantum dalam pasal
24 Anggaran Rumah Tangga ini.
BAB XII
RANGKAP
JABATAN
Pasal 27
(1)
Rangkap jabatan
Pengurus Harian Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan :
a.
Jabatan Pengurus
Harian pada semua tingkat kepengurusan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama; dan atau
b.
Jabatan Pengurus
Harian Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom; dan atau
c.
Jabatan Pengurus
Harian Partai Politik; dan atau
d.
Jabatan Pengurus
Harian organisasi yang berafiliasi kepada Partai Politik; dan atau
e.
Jabatan Pengurus
Harian organisasi kesarjanaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
perjuangan dan tujuan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
(2)
Jabatan Ketua
Umum, Wakil Ketua Umum dan Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama tidak dapat
dirangkap dengan :
a.
Jabatan Pengurus
Harian pada semua tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama; dan atau
b.
Jabatan Pengurus
Harian pada semua tingkat kepengurusan Badan Otonom.
Pasal 28
Ketentuan lebih
lanjut mengenai rangka jabatan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
BAB
XIII
PEMBEKUAN
PENGURUS
Pasal
29
Ketentuan
tentang tata cara pembekuan kepengurusan diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Organisasi.
BAB
XIV
WEWENANG
DAN TUGAS PENGURUS
Pasal
30
(1) Wewenang Ketua Dewan Kehormatan sebagai berikut :
a.
Merumuskan dan
Memutuskan Arah kebijakan khusus organisasi.
b.
Mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan organisasi
(2) Wewenang Ketua Umum sebagai berikut :
a.
Mewakili Pengurus
Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama keluar maupun ke dalam.
b.
Merumuskan rencana
pelaksanaan program organisasi.
(3)
Tugas Ketua Umum
sebagai berikut :
a.
Memimpin,
mengatur pelaksanaan keputusan-keputusan kongres.
b.
Memimpin
pelaksanaan kongres, musyawarah kerja nasional, rapat pleno, rapat harian.
Pasal 31
(1)
Kewenangan Wakil
Ketua Umum adalah :
a.
Menjalankan
kewenangan Ketua Umum ketika berhalangan.
b.
Membantu Ketua
Umum dalam menjalankan kebijakan.
(2)
Tugas Wakil Ketua
Umum sebagai berikut :
a.
Membantu
tugas-tugas Ketua Umum
b.
Mewakili Ketua
Umum apabila berhalangan
Pasal 32
(1)
Kewenangan
Ketua-Ketua adalah :
a.
Menjalankan
wewenang Ketua Umum dan atau Wakil Ketua Umum apabila berhalangan.
b.
Merumuskan dan
menjalankan bidang khusus masing-masing.
(2)
Tugas Ketua-ketua
adalah :
a.
Membantu tugas-tugas Ketua Umum
b.
Menjalankan
tugas-tugas sesuai pembidangan masing-masing.
Pasal 33
(1)
Kewenangan
Sekretaris Jenderal adalah :
a.
Merumuskan dan
mengatur pengelolaan kesekretariatan.
b.
Bersama Ketua
Umum menandatangani surat-surat penting Pengurus Pusat.
(2)
Tugas Sekretaris
Jenderal adalah :
a.
Merumuskan dan
mengatur manajemen organisasi.
b.
Mengkoordinir
pembagian tugas wakil Sekretaris Jenderal.
Pasal 34
(1)
Kewenangan wakil
Sekretaris Jenderal adalah :
a.
Melaksanakan
kewenangan Sekretaris Jenderal apabila berhalangan.
b.
Mendampingi
ketua-ketua sesuai bidang masing-masing.
(2)
Tugas wakil Sekretaris
Jenderal adalah :
a.
Membantu
tugas-tugas Sekretaris Jenderal.
b.
Melaksanakan
tugas khusus yang diberikan Sekretaris Jenderal.
Pasal 35
(1)
Kewenangan
Bendahara Umum adalah :
a.
Mengatur
pengelolaan keuangan Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
b.
Bersama-sama
Ketua Umum menandatangani surat-surat penting Pengurus Pusat Ikatan Sarjana
Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan keuangan.
c.
Melakukan
pembagian tugas kebendaharaan dengan bendahara.
(2)
Tugas Bendahara
Umum adalah :
a.
Merumuskan
manajemen dan melakukan pencatatan keuangan dan aset.
b.
Membuat Standar
Operating Procedure (SOP) keuangan
Pasal 36
(1)
Prinsip-prinsip
pokok tentang wewenang dan tugas pengurus sebagaimana pasal-pasal dalam Bab ini
berlaku secara mutatis muntandis (dengan sendirinya) untuk seluruh tingkat
kepengurusan.
(2)
Ketentuan lebih
lanjut berkait dengan wewenang dan tugas pengurus diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Organisasi.
BAB
XV
KEWAJIBAN
DAN HAK PENGURUS
Pasal
37
(1)
Pengurus Ikatan
Sarjana Nahdlatul Ulama berkewajiban :
a.
Menjaga dan
menjalankan amanat dan ketentuan-ketentuan organisasi.
b.
Menjaga keutuhan
organisasi kedalam maupun keluar.
c.
Menyampaikan
laporan pertanggung jawaban dalam permusyawaratan sesuai dengan tingkat
kepengurusan.
(2)
Pengurus Ikatan
Sarjana Nahdlatul Ulama berhak :
Menetapkan
kebijakan, keputusan dan Peraturan Organisasi sepanjang tidak bertentangan
dengan Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga.
BAB XVI
PERMUSYAWARATAN
TINGKAT NASIONAL
Pasal 38
(1)
Kongres adalah
forum permusyawaratan tertinggi di dalam organisasi Ikatan Sarjana Nahdlatul
Ulama.
(2)
Kongres
membicarakan dan menetapkan :
a.
Laporan
pertanggung jawaban Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
b.
Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga.
c.
Program kerja 5
(lima) tahun.
d.
Rekomendasi
e.
Memilih Ketua
Dewan Kehormatan dan Ketua Umum
(3)
Kongres dipimpin
dan diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
(4)
Kongres dihadiri
oleh :
a.
Pengurus Pusat
b.
Pengurus Wilayah
c.
Pengurus Cabang /
Pengurus Cabang Istimewa
(5)
Kongres sah
apabila dihadiri oleh dua pertiga jumlah wilayah dan cabang / cabang istimewa
yang sah.
Pasal 39
(1)
Kongres Luar
Biasa dapat diselenggarakan apabila Ketua Umum Pengurus Pusat melakukan
pelanggaran berat terhadap ketentuan Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga.
(2)
Kongres luar
biasa dapat diselenggarakan atas usulan 50 persen plus satu dari jumlah wilayah
dan cabang.
(3)
Kongres luar
biasa dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul
Ulama.
(4)
Ketentuan tentang
peserta dan keabsahan kongres luar biasa merujuk kepada ketentuan kongres.
Pasal 40
(1)
Musyawarah kerja
nasional merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah kongres yang
dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Pusat.
(2)
Musyawarah kerja
nasional membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan kongres, mengkaji
perkembangan dan memutuskan Peraturan Organisasi.
(3)
Musyawarah kerja
nasional dihadiri oleh anggota pleno Pengurus Pusat dan Pengurus Wilayah.
(4)
Musyawarah kerja
nasional tidak dapat mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga,
keputusan kongres dan tidak memilih Pengurus Baru.
(5)
Musyawarah kerja
nasional adalah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
wilayah.
(6)
Musyawarah kerja
nasional diadakan sekali dalam masa kepengurusan.
BAB XVII
PERMUSYAWARATAN
TINGKAT WILAYAH
Pasal 41
(1)
Konferensi
wilayah adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat wilayah.
(2) Konferensi wilayah membicarakan dan menetapkan :
a. Laporan pertanggung jawaban Pengurus Wilayah
b. Program kerja wilayah 5 (lima) tahun
c. Rekomendasi
d. Memilih Ketua Pengurus Wilayah
(3) Konferensi wiayah dipimpin dan diselenggarakan oleh
Pengurus Wilayah.
(4) Konferensi wilayah dihadiri :
a.
Pengurus Wilayah
Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama
b.
Pengurus Cabang
(5)
Konferensi
wilayah sah apabila dihadiri sekurang-kurang dua pertiga jumlah cabang di
daerahnya.
Pasal 42
(3)
Musyawarah kerja
wilayah merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah konferensi wilayah
yang di pimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah.
(4)
Musyawarah kerja
wilayah membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan konferensi wilayah.
(5)
Musyawarah kerja
wilayah dihadiri oleh anggota pleno Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang.
(6)
Musyawarah kerja
wilayah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga jumlah cabang.
(7)
Musyawarah kerja
wilayah diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam masa jabatan.
(8)
Musyawarah kerja
wilayah tidak dapat melakukan pemilihan pengurus.
Pasal 43
(1)
Konferensi Cabang
/ Cabang Istimewa adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Cabang /
Cabang Istimewa.
(2) Konferensi Cabang / Cabang Istimewa membicarakan dan
menetapkan :
a. Laporan pertanggung jawaban Pengurus Cabang / Pengurus
Cabang Istimewa.
b. Program kerja 5 (lima) tahun
c. Rekomendasi
d. Memilih Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa
(3) Konferensi Cabang / Cabang Istimewa dipimpin dan
diselenggarakan oleh Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa.
(4) Konferensi Cabang / Cabang Istimewa dihadiri
oleh :
a. Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa
b. Pengurus Wakil Cabang
(5) Konferensi Cabang / Cabang Istimewa sah apabila
dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah wakil cabang
didaerahnya.
Pasal
44
(1) Musyawarah kerja Cabang / Cabang Istimewa merupakan
forum persmuyawaratan tertinggi setelah Konferensi Cabang / Cabang Istimewa
yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Cabang / Pengurus Cabang
Istimewa.
(2) Musyawarah kerja Cabang / Cabang Istimewa membicarakan
pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Cabang / Cabang Istimewa.
(3) Musyawarah Cabang / Cabang Istimewa dihadiri oleh
anggota pleno, Pengurus Cabang / Pengurus Cabang Istimewa dan Pengurus Wakil
Cabang.
(4) Musyawarah kerja Cabang / Cabang Istimewa sah apabila
dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah wakil cabang di
daerahnya.
(5) Musyawarah Cabang / Cabang Istimewa diadakan
sekurang-kurangnya sekali dalam masa jabatan.
(6) Musyawarah kerja Cabang / Cabang Istimewa tidak dapat
melakukan pemilihan pengurus.
Pasal
45
(1) Konferensi Wakil Cabang adalah forum permusyawaratan
tertinggi untuk tingkat wakil cabang.
(2) Konferensi Wakil Cabang membicarakan dan menetapkan :
a. Laporan pertanggung jawaban Wakil Cabang
b. Program kerja 3 (tiga) tahun
c. Rekomendasi
d. Memilih Ketua Pengurus Wakil Cabang
(3) Konferensi Wakil Cabang dipimpin dan diselenggarakan
oleh Pengurus Wakil Cabang.
(4) Konferensi Wakil Cabang dihadiri oleh :
a. Pengurus Wakil Cabang
b. Anggota
(5) Konferensi Wakil Cabang sah apabila dihadiri oleh
sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota didaerahnya.
Pasal
46
(1) Musyawarah Kerja Wakil Cabang merupakan forum
permusyawaratan tertinggi setelah Konferensi Wakil Cabang yang dipimpin dan
diselenggarakan oleh Pengurus Wakil Cabang.
(2) Musyawarah kerja Wakil Cabang membicarakan pelaksanaan
keputusan-keputusan Konferensi Wakil Cabang.
(3) Musyawarah kerja wakil cabang dihadiri oleh Pengurus
Wakil Cabang, anggota pleno dan anggota.
(4) Musyawarah kerja wakil cabang sah apabila dihadiri
oleh lebih dari separo jumlah peserta sebagaimana dimaksud ayat 3 (tiga) pasal
ini.
BAB XVIII
RAPAT-RAPAT
Pasal 47
(1)
Rapat Pleno
adalah rapat yang dihadiri oleh semua pengurus.
(2)
Rapat Pleno
diadakan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.
(3)
Rapat Pleno
membicarakan pelaksanaan program kerja.
Pasal 48
(1)
Rapat Harian
dihadiri oleh Pengurus Harian.
(2)
Rapat Harian
diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sekali.
(3)
Rapat Harian
membahas kelembagaan organisasi, pelaksanaan dan pengembangan program kerja.
Pasal 49
Rapat-rapat lain
yang dianggap perlu adalah rapat-rapat yang diselenggarakan sewaktu-waktu
sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 50
Ketentuan
mengenai rapat-rapat diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
BAB
XIX
KEUANGAN
DAN KEKAYAAN
Pasal
51
Sumber Keuangan
Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama diperoleh dari :
a.
Uang pangkal
b.
Uang iuran
c.
Sumbangan yang
tidak mengikat
d.
Usaha-usaha lain
yang dibentuk oleh Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama
Pasal 52
(1)
Kekayaan Ikatan
Sarjana Nahdlatul Ulama harus di infentarisir berupa dana, harta benda bergerak
dan atau harta benda tidak bergerak.
(2)
Perolehan,
peralihan dan pengeluaran keuangan dilaporkan setiap tahun.
Pasal 53
Ketentuan
mengenai keuangan dan kekayaan organisasi diatur lebih lanjut dan Peraturan
Organisasi.
BAB
XX
LAPORAN
PERTANGGUNG JAWABAN
Pasa
54
Pengurus Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama di setiap tingkatan membuat
laporan
pertanggung jawaban secara tertulis di akhir masa
khidmahnya yang disampaikan
dalam permusyawaratan tertinggi pada tingkatannya.
Laporan pertanggung jawaban Pengurus Ikatan Sarjana
Nahdlatul Ulama,
memuat :
1.
Capaian
pelaksanaan program yang telah diamanatkan oleh Permusyawaratan Tertinggi pada
tingkatannya.
2.
Pengembangan
kelembagaan organisasi
3.
Keuangan dan
kekayaan organisasi
4.
Infentaris dan
aset organisasi
BAB XXI
PENUTUP
Pasal 56
Segala
sesuatu yang belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini
diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi, Peraturan Pengurus Pusat dan
atau Surat
Keputusan Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.
Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat dirubah dalam Kongres.
*** Sumber: Rancangan ART Isnu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar